Kamis, 04 Desember 2014

Lima Pendekatan Mutakhir dalam Pembelajaran Bahasa



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Terdapat kaitan antara perkembangan ilmu linguistik dengan ilmu-ilmu yang lain. Kadang-kadang kaitan itu melahirkan subilmu baru seperti sosiolinguistik dan psikolingistik, tetapi kadang-kadang hanya menambah dimensi keilmuan. Sampai dengan tahun 60-an konsep pembelajaran bahasa didominasi oleh pandangan yang secara implisit mengatakan bahwa guru adalah pemilik ilmu sedangkan siswa adalah objek yang menjadi sasaran guru. Penelitian maupun praktik pembvelajaran bahasa kwtika itu lebih dicurahkan untuk dapat mengajarkan bahasa sebaik-baiknya. Hampir tidak pernah disinggung peranan para siswa dalam menanggapi masukan-masukan yang diberikan. Pendekatan yang akan disajikan ini, yakni: \
1.      Pembelajaran Bahasa Masyarakat (Community Language Learning)
2.      Respons Fisik Total (Total Physical Responsse)
3.      Pendekatan Alamiah (The Natural Approach)
4.      Pendekatan Diam (The Silent Way)
5.      Sugestopedia (Suggestopedy)

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan pendekatan Pembelajaran Bahasa Masyarakat?
2.      Apa yang dimaksud dengan pendekatan Respons Fisik Total?
3.      Apa yang dimaksud dengan pendekatan Alamiah?
4.      Apa yang dimaksud dengan pendekatan Diam?
5.      Apa yang dimaksud dengan Sugestopedia?



1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendekatan Pembelajaran Bahasa Masyarakat
2.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendekatan Respons Fisik Total
3.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendekatan Alamiah
4.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendekatan Diam
5.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Sugestopedia

1.4  Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah membantu mahasiswa khususnya jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia untuk memberi pengetahuan tentang macam-macam pendekatan mutakhir dalam pembelajaran bahasa.












BAB II
PEMBAHASAN

Terdapat lima pendekatan mutakhir dalam pembelajaran bahasa, yaitu:
2.1Pembelajaran Bahasa Masyarakat (Community Language Learning)
a.       Latar Belakang
Pembelajaran Bahasa Masyarakat (PBM), dicetuskan oleh Charles A. Curran seorang profesor psikologi di Universitas Loyola, Chicago dalam penelitiannya pada tahun 1957. Pendekatan ini menerapkan konsep psikoterapi dalam bentuk konseling pada mahasiswanya. Bahasa yang digunakan dalam eksperimen ini yaitu bahasa Prancis, Jerman, Spanyol, dan Itali. Pada tahun 1960 hasil eksperimen mulai diterbitkan kemudian ditanggapi dan dicoba oleh peminat lain termasuk bahasa Indonesia. Berikut ini adalah perbandingan hubungan klien konselor dalam konseling psikologis dan pembelajaran bahasa masyarakat.


No.
Konseling Psikologis (Klien-Konselor)
Pembelajaran Bahasa Masyarakat
1.
Klien dan konselor setuju/mengadakan kontrak untuk konseling.
Pembelajar dan guru setuju untuk belajar bahasa.
2.
Klien menyuarakan masalahnya dalam bahasa pengaruh.
Pembelajar menyajikan kepada guru pesan yang ingin disampaikan kepada temannya.
3.
Konselor mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
Pembelajar mendengarkan dan yang lain ikut nguping.
4.
Konselor mengulangi pesan klien dalam bahasa kognisi
Guru mengungkapkan kembali pesan pembelajar.
5.
Klien mencermati kecermatan pengungkapan ulang pesan oleh konselor.
Pembelajar mengulangi bentuk pesan kepada temannya.
6.
Klien merefleksi interaksi sesi konseling.
Pembelajar memainkan kembali (dari tape recorder atau dari ingatannya) dan merefleksi pertukaran pesan selama pembelajaran berlangsung.

b.      Prinsip Dasar
Karena Curran adalah seorang psikoterapi maka beliau menyejajarkan pembelajaran bahasa sebagai persoalan antara pelajar/pasien disebut klien sementara guru/ahli ilmu jiwa disebut konselor. Konselor harus menghilangkan perasaan negatif para kliennya dengan bersifat fasilitatif. PBM mempunyai enam konsep yang dicakup dalam satu singkatan yaitu SARD.
1.      Memberikan rasa aman (security) adalah rasa aman pada diri klien maupun konselor. Ketika menggunakan bahasa asing siswa seolah-olah mencari teman senasib atau lebih rendah dari dia. Rasa aman dapat ditemukan jika rekan sekelas serta konselor menunjukkan sikap gotong royong dan memberi kepercayaan kepadanya. Konsep ini meminta konselor untuk bertindak sebagai orang yang menyebarkan benih yang diharapkan tumbuh pada kliennya.
2.      Atensi-agresi (attention-aggression). Sejak kecil kita dibiasakan untuk memberikan perhatian kepada apa pun, namun seringkali kita lalai untuk melakukannya. Menurut Curran kita diharapkan membina perhatian pembelajar saja. Sesuatu yang baru adalah terlalu asing untuk dapat diingat, sedangkan sesuatu yang biasa mudah membawa kita ke rasa bosan sebelum kita benar-benar menghayatinya.
3.      Agresi (aggression) dimaksudkan agar para siwa yang berperan aktif dalam proses belajar. Dalam PBM proses ini tidak hanya pada peran serta siswa dalam kelas, namun juga keputusan siswa untuk mencari topik dan bahan pelajaran sendiri.
4.      Refleksi (reflection) dan (5.) retensi (retention). Dalam proses releksi atau bercermin diri para klien melakukan instrospeksi untuk mengetahui sejauh mana mereka menguasai bahan dan masalah yang timbul dalam kaitan itu. Curran membagi refleksi menjadi dua macam, yaitu (1) refleksi teks: para klien mendengarkan kembali percakapan yang telah mereka lakukan untuk merenungkan dan mengecamkan kembali arti dan makna. (2) refleksi pengalaman: untuk mengeluarkan segala permasalahan psikologis yang dialami tiap klien selama kelas sebelumnya berlangsung. Kedua proses refleksi ini dilakukan pada tiap akhir kelas. Hal ini akan membantu klien untuk (a) memahami, menghayati, dan memanfaatkan apa yang telah dipelajari, dan (b) memanggil kembali semua ini ketika diperlukan.
6.      Diskriminasi (discrimination). Klien harus dapat membedakan satu elemen bahasa dari yang lain secara teliti sehingga tingkat kebahasaan yang dikuasainya tidak banyak mengandung kesalahan lagi.
Curran mengatakan bahwa kemampuan untuk memberikan bimbingan seperti ini dapat diperoleh dengan latihan dan pengalaman.
c.       Tahap Penguasaan
Curran membagi menjadi lima tahap, yaitu:
1.      Tahap embrionik (embryonic stage) adalah suatu tahap klien sangat bergantung pada konselornya.
2.      Tahap asersi diri (self-assertion stage), tahap ketika klien telah memperoleh dukungan moral dari rekan senasibnya untuk bersama-sama menggunakan bahasa asing dan menemukan identitas sebagai penutur bahasa itu.
3.      Tahap kelahiran (birth stage), klien secara bertahap mulai mengurangi pemakaian bahasa ibunya.
4.      Tahap timbal balik (reversal stage), hubungan antara klien dengan konselor telah mencapai taraf saling percaya. Pada tahap ini juga klien tidak banyak diam pada waktu diadakan pertemuan konseling seperti pada tahap pertama, tetapi lebih aktif dalam percakapan-percakapan yang hidup.
5.      Tahap independen (independent stage), tahap di mana klien telah menguasai semua bahan. Klien memperluas bahasanya dan mempelajari pula aspek-aspek sosial dan budaya dari para penutur asli.
d.      Teknik Pelaksanaan Pembelajaran
Hal yang paling mencolok dari PBM adalah setiap kelas terdiri dari enam sampai dua belas klien yang masing-masing didampingi oleh seorang konselor, baik secara langsung maupun media elektronik. PBM tidak memakai teks apa pun, tetapi mempunyai alat peraga khusus bernama sistem pembelajaran kromakord Chromacord Teaching System.
e.       Hasil yang Dicapai
Eksperimen yang dilakukan oleh Curran selama lebih dari lima belas tahun ini memberi dasar yang mantap untuk mengembangkan metode ini. Stevick mengatakan bahwa setelah belajar selama 120 jam dengan model ini para kliennya mampu menguasai bahan 100%. La Forge (1971) dan Taylor (1979) berkesimpulan bahwa metode ini mempunyai masa depan yang dapat diharapkan.

2.2Respons Fisik Total (Total Physical Responsse)
a.       Latar Belakang
RFT dipelopori oleh seorang psikolog dari San Jose State University, California, Amerika Serikat bernama James J. Asher pada tahun 1960-an. Inti dari RFT adalah pengajaran bahasa dengan memanfaatkan gerakan tubuh (motorik). Bahasa yang digunakan dalam eksperimen ini adalah bahasa Jepang dan Rusia. Teori ini mengatakan bahwa semakin sering hubungan ingatan (memori) dilacak , semakin kuatlah asosiasi memori itu dan semakin mudah untuk diingat kembali.
b.      Prinsip-prinsip Dasar
Alasan muncul teori ini adalah asimilasi dari informasi dan keterampilan bisa ditingkatkan secara signifikan apabila kita memanfaatkan sistem sensori kinestetik. Dasar ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa dalam menguasai bahasanya sendiri seorang anak kecil lebih banyak mendapatkan pajanan ujar-ujaran yang memerlukan tanggapan fisik daripada macam ujaran lain.
c.       Teknik Pelaksanaan Pembelajaran
RFT membutuhkan ruang belajar yang agak besar dan bisa diubah-ubah bentuknya. Jumlah pelajar yang optimal adalah 20-25 orang, sedangkan umurnya tidak menjadi masalah. Hampir semua bahan pelajaran disajikan dalam bentuk kalimat perintah. Selain itu, TPR tidak memerlukan terjemahan ke dalam bahasa ibu pelajar dan tidak memberikan pekerjaan rumah (PR). Total waktu yang dibutuhkan oleh para pelajar RFT untuk menguasai bahasa baru (dengan kosakata sehari-hari) adalah 159 jam.
d.      Hasil yang Dicapai
Dari eksperimen yang dilakukan oleh Asher dan de Langen ada tahun 1972 pada lima anak yang berumur 11 tahun yang diajar bahasa Jerman selama dua bulan, seminggu dua kali dalam tiap kalinay 20 menit terbukti bahwa hasilnya sama dengan hasil yang dicapai selama 240 jam oleh Sekolah Bahasa untuk Militer di Amerika.

2.3Pendekatan Alamiah (The Natural Approach)
a.       Latar Belakang
NA dirintis pada tahun 1977 oleh seorang guru Bahasa Spanyol dari Universitas California bernama Tracy D. Terrel. Pandangannya adalah penguasaan bahasa lebih banyak bertumpu pada pemerolehan (acquisition), bukan pembelajaran (learning). Terrel juga bekerja sama dengan Teori Monitor yang diajukan oleh Stephen D. Krashen seorang pakar dalam linguistik terapan dari Universitas California Selatan dalam mengembangkan kerangka teoretis pendekatan alamiah.
b.      Prinsip-prinsip Dasar
Menurut Terrel siswa harus didorong untuk memiliki kompetensi komunikatif yang didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk dapat memahami apa yang dikatakan oleh penutur asli tanpa kesalahan yang dapat mengganggu arti yang dimaksud. Model teoretis yang mendasari pendekatan alamiah adalah (1) Hipotesis Pemerolehan-Pembelajaran (2) Hipotesis Urutan Alamiah (3) Hipotesis Monitor (4) Hipotesis Masukan (5) Hipotesis Saringan Afektif.
c.       Teknik Pelaksanaan Pembelajaran
NA menyajikan banyak kosakata dan koreksi melalui latihan atau PR. Situasi, fungsi, dan topik dikombinasikan untuk mengembangkan kemampuan dasar pelajar dalam berkomunikasi. Hanya dikatakan bahwa NA lebih baik daripada Metode Langsung. Seluruh waktu di kelas dimanfaatkan untuk aktivitas-aktivitas yang menopang pemerolehan dan bukan pembelajaran. Empat contoh aktivitas semacam ini adalah yang (a) afektif-humanistik, (b) bersifat memecahkan masalah, (c) berbentuk permainan, dan (d) berorientasi pada isi masalah.
d.      Hasil yang Dicapai
Sebuah pernyataan berbunyi seperti ini “Dengan pendekatan Alamiah, setelah satu semester siswa menunjukkan kinerja lebih baik dalam berbicara, menulis, serta kosakatanya menjadi lebih luas, lebih dapat mentransmisikan banyak informasi, lebih akurat dalam penggunaan kalimat bila dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan pendekatan langsung.

2.4Pendekatan Diam (The Silent Way)
a.       Latar Belakang
 SW dirintis Caleb Gattegno pada tahun 1954. Menurut Gattegno, penguasaan bahasa tidak bisa dilakukan dengan tiruan tubian saja. Hal pertama yang harus ditumbuhkan pada pelajar adalah kesadaran akan adanya “kekuatan dalam” untuk mempelajari bahasa baru.pendekatan diam adalah perkembangan dari pengalaman Gattegno sebelumnya, dan sebagian dari pendekatan diam mencerminkan pandangan Gattegno dibidang nonbahasa.
b.      Prinsip-prinsip Dasar
Selain memanfaatkan cara anak kecil menguasai bahasanya sendiri, Gattegno juga berpendapat bahwa penguasaan bahasa pertama B1 tidah sama dengan penguasaan B2, bahasa asing yang sedang dicoba dikuasainya. Gattegno berkesimpulan bahwa manusia diberkati kemampuan untuk menggerakkan kekuatan dalam lebih banyak daripada yang disadarinya. Pendekatan diam langsung menyajikan tulisan setelah atau pada waktu pelatihan lisan. Hal ini dilakukan untuk membantu daya ingat siswa , karena mereka telah terbiasa melihat tulisan di dalam bahasanya sendiri.
c.       Teknik Pelaksanaan Pembelajaran
SW sangat artifisial dan terkontrol. Jumlah kosakata sangat dibatasi karena pelajar harus betul-betul memanfaakan daya kognisinya untuk menggunakan kosakata yang ada dalam berbagai konstruksi yang berbeda. Pada hari pertama guru mulai mengajar. Dia membawa satu kotak potongan kayu dan mengambil satu batang berwarna merah dan agak pendek sambil mengucapkan, misalnya layuka. Kemudia dia mengambil kayu lagi berwarna merah lagi tetapi agak panjang dan mengatakan layuka. Dengan dua kayu dan satu kata itu siswa terpaksa menerka-nerka apakah layuka berupa potongan kayu atau warna merah. Setelah itu guru mengambil kayu lagi berwarna  biru dengan ukuran yang lebih panjang lagi dan dia juga mengucapkan kata layuka, maka sadarlah para siswa bahwa layuka adalah sebatang kayu, dan bukan warna merah.
Gattegno mempunyai beberapa alat peraga dalam SW, dua di antaranya adalah beberan Fidel dan beberan dinding. SW langsung menyajikan tulisan setelah atau pada saat latihan lisan. Guru 90% diam, bahkan koreksi dilakukan oleh pelajar lain.
d.      Hasil yang Dicapai
Gattegno mengklaim bahwa SW hanya memerlukan waktu satu tahun untuk mencapai tingkat penguasaan bahasa baru yang sama dengan empat tahun dalam metode lainnya. Di lain pihak, Dardjowidjojo menganggap bahwa kebisuan guru pengajar SW terlalu dipaksakan karena koreksi dari guru akan lebih efektif daripada pelajar lain. Gattegno menganjurkan agar siswa berpindah ke bahasa asing lain setelah menguasai satu B2 dengan pendekatan diam karena dalam dunia modern di mana manusia bergaul secara bebas dengan manusia lain secara internasional lebih baik jika kita menguasai beberapa baahsa asing.

2.5 Sugestopedia (Suggestopedy)
a.       Latar Belakang
SP dirintis pada musim panas tahun 1975 oleh Georgi Lozanov yang berprofesi sebagai dokter dan psikoterapis. Kedua bidang ini jugalah yang menjadi dasar dalam konsep-konsep SP. Pada awal perkembangannya sugestopedia hanya dicoba di negara-negara Eropa Timur seperti Soviet Rusia, Jerman Timur, dan Hongaria. Pada tahun 1970 Sheila Ostrander dan Lynn Schroeder menerbitkan Psychic Discoveries behind the Iron Curtain mulailah sugestopedia ini dikenal lebih luas. Pandangan Lozanov adalah bahwa manusia bisa diarahkan untuk melakukan sesuatu.
b.      Prinsip-prinsip Dasar
Menurut Lozanov, sebagai landasan yang paling dasar suggestopedia adalah suggestology, yakni suatu konsep yang menyuguhkan suatu pandangan bahwa manusia bisa diarahkan untuk melakukan sesuatu dengan memberikannya sugesti. Lazanov menerapkan sugesti ini tidak hanya pada proses belajar bahasa, tetapi juga pada bidang-bidang lain termasuk proses anastesi untuk operasi penyakit. Pikiran harus dibuat setenang mungkin, santai, dan terbuka sehingga bahan-bahan yang merangsang saraf penerimaan bisa dengan mudah diterima dan dipertahankan untuk jangka waktu yang lama (Soenjono Dardjowidjojo, 1996:63).
Dalam bidang pembelajaran bahasa suasana tenang dapat dicapai dengan memakai berbagai cara, salah satu diantaranya adalah yoga. Sebelum siswa memulai tiap pelajaran, siswa diminta untuk melakukan yoga yang bertujuan untuk menghimpun kemampuan yang hipermnestik yakni suatu kemampuan yang luar biasa “supermemory” yang luar biasa.
Pada umumnya bahan pelajaran yang diberikan dalm bentuk dialog yang sangat panjang. Ciri-cirinya sebagai berikut:
(1)   Penekanan ada di kosakata dan isi,
(2)   Dasar pembuatan dialog adalah keadaaan atau peristiwa hidup yang nyata,
(3)   Harus secara emosional relevan,
(4)   Memiliki kegunaan praktis,
(5)   Kata-kata yang baru diberi garis bawah dan disertai transkripsi fonetik untuk lafalnya.
c.       Teknik Pelaksanaan Pembelajaran
Teknik pelaksanaan pengajaran bahasa dengan suggestopedia sangat unik. Untuk kelas yang intensif, pembelajar bertemu selama empat jam sehari, enam kali seminggu, untuk jangka waktu satu bulan. Dengan demikian, satu paket pelajaran terdiri atas 96 jam tatap muka. Untuk menjaga atmosfer kelas agar sesuai dengan kondisi yang diinginkan, maka jumlah siswa yang paling ideal adalah dua belas, lebih baik jika terdiri atas 6 pria dan 6 wanita.
Menurut Richards dan Rodgers (1993:150-151; baca juga Soenjono Dardjowidjojo, 1996:64-65; Henry Guntur Tarigan, 1988: 262-263), kegiatan pengajaran bahasa dengan suggestopedia terdiri atas tiga bagian, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       Pertama, diadakan tinjauan kembali atau mengulang bahan pelajaran hari sebelumnya. Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk percakapan permainan, sketsa, cerita lucu, dan akting. Bila siswa membuat kesalahan, ia dibetulkan tetapi dengan nada yang mendorong ke arah positif.
b.      Kedua, bahan baru disajikan dalam konteks melalui dialog-dialog panjang dan caranya tidak jauh berbeda dengan cara tradisional: bahan disajikan dan diperagakan, dikuti dengan keterangan kata-kata baru dan tata bahasa. Dialog yang digunakan sebagai bahan pelajaran harus relevan, riil, menarik, dan digunakan sesuai isinya.
c.       Ketiga adalah bagian yang disebut seance. Seance adalah pertemuan perkuliahan yang tujuannya ialah untuk reinforcement bahan baru pada taraf bawah sadar. Pada tatap muka ini siswa duduk-duduk dan menyantaikan diri dengan postur duduk yang dinamakan Sayasana. Kegiatan ini berlangsung selama satu jam. Kegiatan ini terdiri dari dua macam, yaitu (1) aktif: siswa melakukan kontrol terhadap pernapasan dengan ritme sebagai berikut 2 detik pertama untuk merarik napas, 4 detik kemudian untuk tahan napas, dan 2 detik terakhir untuk istirahat. Proses ini diulang-ulang selama 25 menit.
Pada dua detik tarikan napas, guru menyajikan bahan dalam bentuk bahasa pertama untuk memberikan siswa  kesempatan mengerti apa yang akan disajikan dalam bahasa kedua. Pada detik ketiga sampai keenam, siswa menahan napas dan guru menyajikan bahan dalam bahasa kedua. Pada saat ini siswa boleh melihat buku teks dan mengulang secara mental bahan yang sedang disajikan. Pengulangan mental yang merupakan bagian dari inner speech ini oleh para ahli ilmu jiwa Eropa Timur dianggap sangat bermanfaat untuk mengembangkan hypermnesia.
Pada dua detik terakhir dari siklus pertama ini siswa melakukan istirahat pernapasan untuk selanjutnya mengulangi siklus kedua, ketiga, dan sebagainya. Bagian yang pasif dari séance selanjutnya, yang sering juga disebut bagian konser, berlangsung sekitar 20-25 menit. Pada bagian ini siswa mendengarkan suatu macam musik gaya baroque, yakni bentuk musik yang berasal dari abad ke-17 yang penuh dengan ornamentasi dan improvisasi, efek-efek yang kontrastif seperti tercermin pada karya Bach dan Handel. Para siswa menutup mata dan memeditasikan bahan yang diperdengarkan. Konser ini berakhir dengan bunyi seruling yang cepat dan gembira sehingga tergugahlah para siswa dari meditasi mereka masing-masing.
d.      Hasil Yang Dicapai
Apabila prosedur tersebut dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang kondusif, metode sugestopedia akan dapat memberikan hasil yang luar biasa. Dalam hal retensi kosa kata untuk bahasa Jerman, Perancis, Inggris, dan Italia, rata-rata retensinya mencapai 93,16%. Bahkan setelah diselingi waktu sampai hampir tiga tahun pun retensi kosa kata masih sempurna.
Para penganut Lozanov menghasilkan angka yang berbeda-beda. Dalam percobaannya dengan kata-kata bahasa Spanyol, Bordon dan Schuster menyatakan suggestopedia memberikan hasil 2,5 kali lebih baik daripada metode yang lain. Guru-guru di Iowa sedikit lebih baik, yakni mereka memerlukan hanya sepertiga dari waktu yang diperlukan oleh metode lain. Klaim tertinggi dinyatakan oleh Ostrander dan Schruder yang menyatakan bahwa suggestopedia bisa menghasilkan sampai 50 kali lebih baik daripada metode lain (Bancroft dalam Soenjono Dardjowidjojo, 1996:66).






















BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Pendekatan yang baru saja disajikan pada makalah ini ialah bahwa masing-masing merupakan pendekatan yang sangat ampuh dan telah mencapai hasil yang jauh lebih baik daripada pendekatan sebelumnya. Ada beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pendekatan ini secara umum, yaitu masalah pertama yang timbul dengan kelima pendekatan ini adalah adanya pertentangan antara prinsip dasar yang mereka anut dengan realitas yang dihadapi oleh guru bahasa. Oleh karena itu, muncullah pendekatan-pendekatan baru dalam pembelajaran bahasa, diantaranya ialah Pembelajaran Bahasa Masyarakat, Respons Fisik Total, Pendekatan Alamiah, Pendekatan Diam, dan Pendekatan Sugestopedia.

3.2  Saran















DAFTAR PUSTAKA

Subyantoro. 2014. Teori Pembelajaran Bahasa: Implementasi Psikolinguistik Pendidikan. Semarang: Unnes Press.
                                                  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar