SINOPSIS
Novel ini
menceritakan tentang kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis. Memang sang
suami tidak benar-benar mencintai sang istri, namun ia berupaya mempertahankan
rumah tangga mereka meski ia selalu dituntut cerai istrinya. Istrinya terus
melakukan perselingkuhan dengan pria yang juga sedang menghadapi persoalan yang
sama, yaitu tidak bahagia dalam rumah tangganya. Sri adalah seorang gadis yang
lincah, aktif, dan pemalu ketika kecil. Anak yang ditinggal pergi Ayahnya
ketika berusia 13 tahun ini adalah seorang penari yang bekerja sebagai penyiar
di Radio Republik Indonesia (RRI) di daerah Semarang. Kemudian ia melamar
menjadi seorang pramugari di Jakarta. Namun sayang, proses seleksi yang
diikutinya harus terhenti karena ternyata ia tidak lolos ketika menjalani tes
kesehatan. Kemudian, Sri mendapat tawaran menjadi seorang wartawan disebuah
majalah, tetapi ia menolak tawaran itu karena ia lebih tertarik menjadi penyiar
RRI di Jakarta. Ketika tujuh bulan tepat ia menjadi penyiar radio di Jakarta,
ibunya meninggal dunia.
Di antara
sekian banyak pemuda yang menyatakan cinta, Sri hanya menjatuhkan pilihan pada
seorang pemuda bernama Saputro. Saputro adalah seorang pilot. Hubungan cinta mereka
tampak sangat serius dan mereka merencanakan untuk segera menikah. Namun
apa mau dikata, Saputro dikabarkan mengalami kecelakaan pesawat dan beliau
meninggal dunia. Ketika gagal membangun rumah tangga dengan Saputro Sri pergi
ke Yogyakarta. Lelaki berikutnya yang mencoba mendekatinya antara lain: Yus dan
Carl. Namun kedua orang itu tidak dapat
membuat Sri melupakan bayangan Saputro. Ada seorang diplomat Perancis bernama
Charles Vincent. Lelaki inilah yang kemudian dapat membuat Sri jatuh cinta.
Sikapnya yang lembut dan perhatian membuat Sri secara serius menjalin hubungan
dengan lelaki itu. Meski keluarga Sri tidak menyetujui, Sri tetap menikah
dengan Charles. Apa yang dinasihatkan keluarganya ternyata benar-benar terjadi.
Setelah menikah sikap Charles berubah. Ia bukan lagi seorang yang lembut dan perhatian,
tetapi berubah menjadi lelaki yang egois, kasar, dan tidak mau mengalah.
Pernikahan Sri dengan Charles sangat tidak bahagia. Pertengkaran hampir setiap
hari terjadi. Pertengkaran itu berlanjut terus hingga kelahiran anak pertama
mereka.
Suatu ketika
Charles mendapat cuti dan kesempatan ini akan mereka gunakan untuk berlibur.
Tapi anehnya mereka tidak menggunakan transportasi yang sama. Charles dan
anaknya menggunakan pesawat, sedangkan Sri melakukan perjalanan dengan kapal
laut. Nah, disitulah hubungan terlarang antara Sri dan nahkoda kapal yang
bernama Michel terjadi. Ternyata mereka memiliki keadaan rumah tangga yang
sama. Sri benar-benar mencintai Michel. Secara diam-diam, Sri dan Michel tetap menjalin
hubungan secara sembunyi-sembunyi. Hubungan mereka pun berlanjut saat Charles
ditugaskan ke Jepang. Kehidupan rumah tangga Sri di Jepang tidak kunjung
membaik hinga akhirnya Sri mengajukan cerai pada Charles. Namun gugatan Sri ini
tidak ditanggapi oleh suaminya. Akibatnya, perselingkuhan Sri dengan Michel semakin
menjadi-jadi. Bahkan Michel memohon kepada atasannya untuk dipindah tugaskan ke
Jepang agar ia bisa selalu dekat dengan Sri. Selesai bertugas di Jepang, Charles
kembali bertugas ke Perancis. Michel pun meminta pada atasanya agar membatalkan
tugasnya di Yokohama dan diganti dengan tugas sebagai pelaut di daerah
pelayaran Perancis. Begitulah perjumpaan dan perselingkuhan antara Sri dengan
Michel yang semakin menjadi-jadi, karena mereka saling mencintai satu sama
lain.
UNSUR INTRINSIK
A.
FAKTA
CERITA
1. Alur
Alur yang digunakan dalam novel “Pada Sebuah Kapal”
adalah alur campuran, karena tokoh “aku” (Sri) menceritakan kisah yang sudah
lewat dan menceritakan kisah yang terjadi pada saat itu terjadi.
·
Perkenalan: Sri adalah seorang wanita yang ingin punya
banyak pengalaman. Ia jenuh dengan kegiatan dan pekerjaannya di Semarang. Oleh
karena itu dia memutuskan untuk pergi dari Semarang dan mencari pengalaman
baru.
“...aku mulai merasakan kebosanan, yang tidak terasa
telah membikinku semakin hari semakin murung dan sedih” (Pada Sebuah Kapal, 2003:
19)
“Pada suatu hari kulihat pengumuman dibukanya
kesempatan bagi wanita-wanita muda yang ingin menceburkan diri ke pendidikan
pramugari udara... aku mengirimkan pendaftaranku” (Pada Sebuah Kapal, 2003:
20)
·
Konflik: Tunangannya yang sangat dicintainya meninggal
dalam kecelakaan pesawat.
“Begini, Jeng Sri... Saudara Saputro gugur” (Pada
Sebuah Kapal, 2003: 101)
·
Komplikasi: Menikah dengan laki-laki kasar yang tidak
dicintainya sama sekali dan dia selalu diperlakukan layaknya seorang pembantu.
“Mengapa kini dia
menjadi seorang laki-laki yang paling kasar yang pernah kulihat selama
hidupku?”
·
Klimaks: Selingkuh dengan komandan kapal pada saat
perjalanan liburannya.
“Aku telah mengkhianati suamiku” (Pada Sebuah Kapal, 2003:174)
·
Resolusi: Sri meminta cerai kepada suaminya karena
tidak tahan dengan pertengkaran-pertengkaran yang ada di rumah tangganya. Namun
suaminya menolak dengan alasan anak.
“Aku ingin bercerai karena aku ingin bersendiri...”
“Kau tidak memikirkan anak kita?... tinggallah bersama kami, Sri. Aku tidak
bisa berubah. Tetapi aku akan berusaha untuk tidak menyakitimu lagi” (Pada
Sebuah Kapal, 2003: 192)
“Kukira lebih baik kita memikirkan perceraian... Kau
tidak bersungguh-sungguh, sahutnya” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 190)
·
Penyelesaian: Mereka sama-sama menyadari bahwa mereka
memiliki pasangan masing-masing namun Sri tetap mencintai Michel walaupun
Michel jarang berada di darat.
“Aku telah menemukannya dan aku akan tetap
mencintainya” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 220)
2. Tokoh
dan Penokohan
a.
Sri (aku): pemalu (waktu kecil), rendah hati, suka
menolong, mudah percaya, pekerja keras, pengkhianat, keras kepala
“Aku amat pemalu. Aku berbicara hanya untuk menjawab
pertanyaan yang patut dijawab” (Pada Sebuah Kapal, 2003:14)
“Aku tidak secerdas kakak-kakakku” (Pada Sebuah Kapal,
2003:19)
“Keesokan petangnya aku menolong guruku membetulkan
sikap tari murid-murid baru” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 71)
“...bahwa aku mempercayai Charles” (Pada Sebuah Kapal,
2003: 147)
“Kemudian aku kembali ke kabin untuk mengerjakan
cucian atau menggosok pakaian di ruang seterikaan yang ada di belakang kapal”
(Pada Sebuah Kapal, 2003: 156)
“Aku telah mengkhianati suamiku” (Pada Sebuah Kapal,
2003:174)
“... bantahku dengan keras kepala” (Pada Sebuah Kapal,
2003: 203)
b.
Sutopo: bijak, tidak mudah menyerah, perhatian
“Berhasil atau gagalnya seseorang
tergantung kepada kekuatan masing-masing” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 35)
“Kita tidak boleh hanya mengenal
pelosok kota kita... Di sana tersedia kesempatan buat orang yang suka bekerja”
(Pada Sebuah Kapal, 2003: 19)
“Kau harus ingat kesehatanmu. Kalau
kau belum mengenal pekerjaan itu lebih baik kau tolak” (Pada Sebuah Kapal, 2003:
39)
c. Michel:
penyayang, memiliki hawa nafsu tinggi
“Aku menyayangi
keduanya” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 235)
“Kadang-kadang mataku
tidak bisa kutahan melayang ke dadanya yang penuh. ...aku bisa memandangi
pinggulnya yang bulat penuh...” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 239)
d. Narti:
teguh pendirian, baik, setia kawan
“Narti yang kukenal
tidaklah pernah akan membiarkan pendapatnya ditentang orang dengan begitu saja”
(Pada Sebuah Kapal, 2003: 24)
“Mereka amat baik
kepadaku” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 24)
“Kau tak ingat kepadaku, Cik?”
(Pada Sebuah Kapal, 2003: 21)
e. Charles:
tegas, egois, sombong, masa bodoh, kasar, suka ikut campur
“Tidak” katanya dengan tegas (Pada
Sebuah Kapal, 2003: 147)
“Aku
juga tidak akan mau bersusah payah karena langkahku terhambat oleh seorang anak
kecil yang lahir dari kau” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 148)
“Dia
mengatakan ini kepada siapa saja dengan suaranya yang tinggi, seperti lagak
orang-orang yang banyak uang yang mempunyai kemampuan mengelilingi setengah
dunia” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 140)
“Seperti
biasa Charles membiarkanku pergi dengan Daniel” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 139)
“Mengapa
kini dia menjadi seorang laki-laki yang paling kasar yang pernah kulihat selama
hidupku?”
“Dia
mencampuri semua urusan yang sebenarnya urusanku” (Pada Sebuah Kapal, 2003:
119)
f. Nicole:
penipu, konsumtif, cantik, 5 tahun lebih tua dari Michel, tidak memiliki sifat
keibuan
“Nicole berpura-pura
lembut. Nicole berpura-pura berperharian serta memberiku kebebasan.” (Pada
Sebuah Kapal, 2003: 248)
“Istriku tidak pernah
lupa memberiku sebuah daftar panjang berisi jumlah barang yang harus kubeli
untuknya serta kawan atau keluarganya.” Ada Sebuah Kapal, 2003: 235)
“Wajahnya tidak jelek,
malahan bisa dikatakan cantik dengan bentuk mulut yang tipis menarik.” (Pada
Sebuah Kapal, 2003: 237)
“Nicole seumur dengan
kakakku yang ketiga, yang berarti lima tahun lebih tua dari padaku.” (Pada
Sebuah Kapal, 2003: 237)
“Tapi dia tidak
mempunyai sifat keibuan sedikitpun.” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 249)
g. Saputro:
lembut, sopan, tenang, tidak canggung dalam pergaulan
“Saputo memandangiku
dengan lembut, kemudian berkata:...” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 68)
“... dia ingin
mempunyai anak seperti Saputro, sopan, tenang, dan
tidak canggung dalam
pergaulan” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 69)
3. Latar
·
Tempat:
-
Salatiga: “Waktuku di Salatiga cepat
berlalu” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 31)
-
Semarang: “Maaf, Anda dari mana?”...
“Dari Semarang,” jawabku tanpa berpikir. (Pada Sebuah Kapal 2003: 21)
-
Jakarta: “Bulan berikutnya aku ke
Jakarta” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 37)
-
Bandung: “Ini adalah yang kedua kalinya
aku ke Bandung” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 23)
-
Kobe: “pertengahan musim gugur kami
kembali ke Kobe. Rumah kecil yang kami tinggalkan selama liburan ...” (Pada
Sebuah Kapal, 2003: 187)
-
Koyasan: “Aku berangkat ke Koyasan
seorang diri” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 193)
·
Waktu: latar waktu di dalam novel ini
tidak disebutkan secara gamblang, karena tidak disebutkan tahun berapa dan
peristiwa apa yang menandainya.
·
Suasana:
-
Sedih: “...membikinku semakin hari
semakin murung dan sedih” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 19)
-
Hening: “Ketika aku melihat kota Saigon
yang hening...” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 149)
-
Tragis: Ketika Saputro meninggal dunia
dalam kecelakaan pesawat.
“Begini, Jeng Sri... Saudara Saputro gugur” (Pada
Sebuah Kapal, 2003: 101)
-
Senang/bahagia: ketika Sri akan menikah
dengan Saputro, kekasih yang sangat dicintainya.
“Aku mulai
mempersiapkan perkawinanku. Bahan-bahn kebaya mulai kupilih dan kuatur warna
pemakaiannya dengan kain-kain yang serasi.: (Pada Sebuah Kapal, 2003: 98)
-
Haru: Aku sangat terharu oleh
perlakuannya terhadapku” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 179)
B.
SARANA
CERITA
1.
Judul
Judul novel ini adalah
“Pada Sebuah Kapal”. Pengarang memilih judul tersebut karena memang inti dari
cerita novel itu adalah berlatarkan pada sebuah kapal. Salah satu peristiwanya
yaitu ketika Sri melakukan hubungan terlarang dengan seorang komandan kapal
yang bernama Michel. Nah, dari situlah konflik yang terjadi dalam keluarga Sri
menjadi semakin rumit.
2. Sudut
Pandang
Sudut pandang yang
digunakan dalam novel “Pada Sebuah Kapal” adalah sudut pandang orang pertama
pelaku utama. Narator dalam novel ini adalah tokoh utamanya sendiri, yaitu Sri.
Menurut saya, tujuan pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku
utama adalah agar pembaca hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas
seperti apa yang dialami dan dirasakan oleh tokoh Sri. Cirinya adalah pengarang
selalu menggunakan kata “aku” untuk menceritakan peristiwa yang dialami.
“Keluar dari sekolah
menengah atas aku bekerja sebagai penyiar radio di kotaku” (Pada Sebuah Kapal,
2003: 19)
3. Gaya
dan Nada
Gaya bahasa
yang digunakan penulis untuk menulis cerita dalam novel ini sebenarnya bukanlah
bahasa yang rumit. Penulis menggunakan kata-kata dan struktur kalimat yang meruapakan
dialog sehari-hari.
C.
TEMA
CERITA
Novel
karangan NH Dini yang berjudul “Pada Sebuah Kapal” ini
bertema percintaan.
Pada awalnya, tema dari novel ini mengarah kepada kehidupan tokoh utama, yaitu
Sri, tetapi setelah Sri menghadapi beberapa konflik, tema dari novel ini
menjadi percintaan, atau lebih tepatnya perselingkuhan yang terjadi dalam rumah
tangga yang kurang harmonis. Hal ini terjadi lantaran Sri yang sudah menikah
dengan Charles berselingkuh dengan Michel pada saat Sri naik kapal dari Saigon
ke Marsaille, Perancis dan salah satu penyebabnya adalah perilaku Charles
terhadap Sri yang kasar dan seenaknya saja. Perubahan tema ini saat Sri mulai
mempunyai hubungan dengan Saputro.
UNSUR EKSTRINSIK
1. Biografi
Pengarang
NH.
Dini lahir pada 29 Februari 1936 di Semarang. Lahir dari pasangan suami istri
Saljowidjoyo dan Kusaminah. Beliau adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Konon
ia Masih berdarah Bugis, sehingga jika keras kepalanya muncul, ibunya sering
berucap “Nah, darah Bugisnya muncul”. NH. Dini mulai tertarik menulis sejak
kelas tiga SD. Beliau mengaku bahwa tulisan itu semacam pelampiasan hati.
Ibunya adalah pembatik. Dini ditinggal wafat ayahnya ketika masih duduk di
bangku SMP, sedangkan ibunya hidup tanpa penghasilan yang tetap.
Setelah
tamat SMA, beliau menyelenggarakan sandiwara radio Kuncup Seri di radio
Republik Indonesia (RRI) Semarang. Meliau juga bekerja di Garuda Indonesia
Airways (GIA) pada tahun 1956. Setelah menikah dengan Yves Coffin seorang
Konsul Prancis, berturut-turut beliau tinggal di Jepang, Perancis, Amerika
Serikat dan kemudian sejak tahun 1980 beliau menetap di Jakarta dan Semarang.
2. Psikologi
Pengarang
Seperti
yang sudah tertera pada biografi pengarang, dijelaskan bahwa NH. Dini mengaku
bahwa tulisan merupakan pelampiasan hati atau bisa dikatakan dengan ekspresi
jiwa. Jadi dapat kita ketahui bahwa novel ini sangat berhubungan erat dengan
perjalanan hidup NH. Dini. Lagipula kita tahu bahwa peristiwa yang dialami oleh
tokoh Sri tidak jauh berbeda dengan kisah hidup yang dialami oleh NH. Dini. Oleh
karena itu tidak heran jika dalam novel ini banyak menceritakan kehidupan yang
ada di luar negeri yang tentunya sangat berbeda dengan kehidupan kita. Akan
tetapi NH. Dini mampu menggambarkan keindahan seting yang ada disana dengan
begitu detail. Seperti misalnya ketika menceritakan Sri dan Michel ketika
berada di kapal. Michel memperlihatkan kepada Sri alat-alat apa saja yang
berada disana. Seperti radar, radio darurat yang berhubungan dengan ruang mesin
yang tentu saja masih asing didengar orang awam.
3. Masyarakat
·
Unsur Sosial:
Pada awal cerita, Sri menceriakan tentang masa kecilnya, yang berlanjut
dengan ceritanya menikah, kemudian kehidupan rumah tangganya dengan Charles
yang tidak harmonis. Sutopo menentang keras pernikahan Sri dan Charles. Sutopo
mengatakan bahwa dengan kewarganegaraan Sri yaitu Indonesia, Ia tidak patut
untuk menikah dengan seorang yang berkewarganegaraan asing.
·
Nilai Agama: Perbedaan
agama antara Sri dengan Michel Dubanton dijelaskan dalam novel ini, bahwa Sri
beragama Islam dan Michel Dubanton menganut agama Nasrani. Bukti bahwa Michel
menganut agama Nasrani adalah ketika ia ingin cerai dengan Nicole, tetapi ia
masih bingung karena gereja tidak menghendaki adanya perceraian.
“Gereja tidak membenarkan adanya
perceraian” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 249)
·
Nilai Budaya: Budaya
yang ada di Indonesia menganggap tabu bila ada seseorang yang melakukan
perselingkuhan, namun NH Dini tetap mengangkat cerita tersebut dalam sebuah
novel. Memang dalam karya sastra tidak mengenal hal tabu. Justru itu dianggap
sebagai suatu keindahan.
·
Nilai Sejarah: Dalam novel ini disebutkan bahwa Sri
pergi ke gedung-gedung tua yang terdapat di Perancis.
PENDEKATAN
Pendekatan yang digunakan dalam
novel ini adalah pendekatan emotif dan sosiopsikologis. Pendekatan emotif mencoba
mengajak pembaca untuk menemukan unsur-unsur keindahan atau nilai estetis dalam
karya sastra dengan melibatkan emosi atau perasaan pembaca secara langsung.
Selain berhubungan dengan masalah keindahan juga berhubungan dengan masalah
gaya bahasa seperti metafora, simile, maupun penataan setting sehingga dapat
menghasilkan sesuatu yang menarik. Dalam menikmati sebuah keindahan pasti juga
berhubungan dengan penyampaian cerita, peristiwa, maupun gagasan tertentu
sehingga mampu memberikan suatu hiburan bagi pembaca.
Di dalam novel “Pada Sebuah Kapal” pengarang
menceritakan tokoh utama (Sri) dengan menggunakan sudut pandang orang pertama
pelaku utama. Hal ini dimaksudkan agar si pembaca dapat merasakan apa yang
dialami Sri secara langsung. Pengarang ingin melibatkan perasaan pembaca untuk
memperoleh keindahan atau nilai estetis dari novel tersebut. Memang disini
pengarang banyak menceritakan peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh yang dapat
melibatkan emosi pembaca. Seperti misalnya ketika Sri harus kehilangan
kekasihnya (Saputro) yang sangat dicintainya karena kecelakaan pesawat. Padahal
mereka saling mencintai dan sebentar lagi akan menikah. Dari contoh tersebut
tentunya kita sebagai pembaca juga dapat merasakan betapa hancurnya hati Sri
ketika itu. Tidak hanya itu, dalam novel ini juga terdapat bahasa yang indah
yaitu ketika menceritakan hubungan suami istri yang dilakukan oleh Sri dengan
seorang komandan kapal yang bernama Michel.
“Bahunya kuat, ketegapan seorang
pelaut yang penuh kerja dan latihan. ... Seperti dua orang yang merasakan air
menelan sampai ke leher, kami menggeragap mencari pegangan, mencari udara
lepas, lepas. Dan kaki kami seperti menginjak sebuah batu yang kokoh di dasar
kali, tanpa kami lihat, kami merasakan keselamatan yang terjanjikan, berdua
kami berdekapan erat menghirup kebebasan. Aku adalah sebagian darinya, dia
adalah sebagian dari diriku. Kami berdua melumat tanpa sesuatu pun yang akan
bisa memisahkan kami.” (Pada Sebuah Kapal, 2013: 174)
Selain itu sesuatu yang menurut saya memiliki nilai
estetis dalam novel ini adalah salah satu setting tempatnya yang berada di
sebuah kapal hingga akhirnya dijadikan judul novel ini. Mungkin setting semacam
itu jarang kita temui pada karya sastra lain. Disini NH. Dini mencoba
memberikan sesuatu yang berbeda dengan menceritakan serangkaian peristiwa yang
dialami oleh tokoh Sri selama perjalanan liburannya ke Marseille. Nah, selama
perjalanan liburan itulah konflik-konflik yang dialami oleh tokoh Sri semakin
rumit. Akibat pertikaian rumah tangga yang dialami, Sri mencoba mencari sesuatu
yang tidak ia dapatkan selama menikah dengan Charles. Oleh sebab itulah jalinan
asmara antara Sri dengan Michel terjadi. Banyak peristiwa yang mereka alami
ketika berada di kapal. Dari situlah jalinan asmara Sri dengan Michel
berlanjut.
Selain menggunakan pendekatan
emotif, novel ini juga menggunakan pendekatan sosiopsikologis. Pendekatan sosiopsikologis berusaha memahami latar
belakang kehidupan sosial budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan
kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupannya atau zamannya
pada saat prosa fiksi diwujudkan. Kisah hidup Sri yang
tidak selalu mulus cukup menggambarkan bahwa dia dilahirkan dari keluarga
sederhana. Dalam novel ini disebutkan bahwa Sri adalah anak ke 5 dari lima
bersaudara. Ternyata Sri adalah anak yang tidak dikehendaki dalam keluarga,
karena dirasa dengan empat anak sudah cukup besar dalam mengeluarkan biaya.
“ Dan anak yang kelima
adalah aku. Rupa-rupanya akau adalah anak yang tidak dikehendaki dalam
keluarga. Ini kuketahui dari ibuku yang sering mengutukku dengan
kalimat-kalimatnya yang tidak menyenangkan sejak kecilku. Aku tidak
menyalahkannya. Dengan empat anak sudah cukup kerja dab pengeluaran uang yang
besar baginya. Terutama dengan gaji ayahku yang tersengal-sengal.” (Pada Sebuah
Kapal, 2013: 13-14)
Memang kehidupan semacam itu sering kita
jumpai dalam masyarakat, terutama masyarakat pedesaan. Kehidupan ekonomi tidak
terlalu baik, namun memiliki tanggungan untuk menghidupi anak yang sebanyak
itu. Tidak heran pula jika ada seorang ibu yang sering memaki-maki anaknya
dengan alasan anak tersebut tidak dikehendaki untuk lahir di dunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar