Kamis, 04 Desember 2014

Analisis Novel Pada Sebuah Kapal



SINOPSIS
Novel ini menceritakan tentang kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis. Memang sang suami tidak benar-benar mencintai sang istri, namun ia berupaya mempertahankan rumah tangga mereka meski ia selalu dituntut cerai istrinya. Istrinya terus melakukan perselingkuhan dengan pria yang juga sedang menghadapi persoalan yang sama, yaitu tidak bahagia dalam rumah tangganya. Sri adalah seorang gadis yang lincah, aktif, dan pemalu ketika kecil. Anak yang ditinggal pergi Ayahnya ketika berusia 13 tahun ini adalah seorang penari yang bekerja sebagai penyiar di Radio Republik Indonesia (RRI) di daerah Semarang. Kemudian ia melamar menjadi seorang pramugari di Jakarta. Namun sayang, proses seleksi yang diikutinya harus terhenti karena ternyata ia tidak lolos ketika menjalani tes kesehatan. Kemudian, Sri mendapat tawaran menjadi seorang wartawan disebuah majalah, tetapi ia menolak tawaran itu karena ia lebih tertarik menjadi penyiar RRI di Jakarta. Ketika tujuh bulan tepat ia menjadi penyiar radio di Jakarta, ibunya meninggal dunia.
Di antara sekian banyak pemuda yang menyatakan cinta, Sri hanya menjatuhkan pilihan pada seorang pemuda bernama Saputro. Saputro adalah seorang pilot. Hubungan cinta mereka tampak sangat serius dan mereka merencanakan untuk segera  menikah. Namun apa mau dikata, Saputro dikabarkan mengalami kecelakaan pesawat dan beliau meninggal dunia. Ketika gagal membangun rumah tangga dengan Saputro Sri pergi ke Yogyakarta. Lelaki berikutnya yang mencoba mendekatinya antara lain: Yus dan Carl.  Namun kedua orang itu tidak dapat membuat Sri melupakan bayangan Saputro. Ada seorang diplomat Perancis bernama Charles Vincent. Lelaki inilah yang kemudian dapat membuat Sri jatuh cinta. Sikapnya yang lembut dan perhatian membuat Sri secara serius menjalin hubungan dengan lelaki itu. Meski keluarga Sri tidak menyetujui, Sri tetap menikah dengan Charles. Apa yang dinasihatkan keluarganya ternyata benar-benar terjadi. Setelah menikah sikap Charles berubah. Ia bukan lagi seorang yang lembut dan perhatian, tetapi berubah menjadi lelaki yang egois, kasar, dan tidak mau mengalah. Pernikahan Sri dengan Charles sangat tidak bahagia. Pertengkaran hampir setiap hari terjadi. Pertengkaran itu berlanjut terus hingga kelahiran anak pertama mereka.

Suatu ketika Charles mendapat cuti dan kesempatan ini akan mereka gunakan untuk berlibur. Tapi anehnya mereka tidak menggunakan transportasi yang sama. Charles dan anaknya menggunakan pesawat, sedangkan Sri melakukan perjalanan dengan kapal laut. Nah, disitulah hubungan terlarang antara Sri dan nahkoda kapal yang bernama Michel terjadi. Ternyata mereka memiliki keadaan rumah tangga yang sama. Sri benar-benar mencintai Michel. Secara diam-diam, Sri dan Michel tetap menjalin hubungan secara sembunyi-sembunyi. Hubungan mereka pun berlanjut saat Charles ditugaskan ke Jepang. Kehidupan rumah tangga Sri di Jepang tidak kunjung membaik hinga akhirnya Sri mengajukan cerai pada Charles. Namun gugatan Sri ini tidak ditanggapi oleh suaminya. Akibatnya, perselingkuhan Sri dengan Michel semakin menjadi-jadi. Bahkan Michel memohon kepada atasannya untuk dipindah tugaskan ke Jepang agar ia bisa selalu dekat dengan Sri. Selesai bertugas di Jepang, Charles kembali bertugas ke Perancis. Michel pun meminta pada atasanya agar membatalkan tugasnya di Yokohama dan diganti dengan tugas sebagai pelaut di daerah pelayaran Perancis. Begitulah perjumpaan dan perselingkuhan antara Sri dengan Michel yang semakin menjadi-jadi, karena mereka saling mencintai satu sama lain.








UNSUR INTRINSIK
A.    FAKTA CERITA
1.      Alur
Alur yang digunakan dalam novel “Pada Sebuah Kapal” adalah alur campuran, karena tokoh “aku” (Sri) menceritakan kisah yang sudah lewat dan menceritakan kisah yang terjadi pada saat itu terjadi.
·         Perkenalan: Sri adalah seorang wanita yang ingin punya banyak pengalaman. Ia jenuh dengan kegiatan dan pekerjaannya di Semarang. Oleh karena itu dia memutuskan untuk pergi dari Semarang dan mencari pengalaman baru.
“...aku mulai merasakan kebosanan, yang tidak terasa telah membikinku semakin hari semakin murung dan sedih” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 19)
“Pada suatu hari kulihat pengumuman dibukanya kesempatan bagi wanita-wanita muda yang ingin menceburkan diri ke pendidikan pramugari udara... aku mengirimkan pendaftaranku” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 20)                  
·         Konflik: Tunangannya yang sangat dicintainya meninggal dalam kecelakaan pesawat.
“Begini, Jeng Sri... Saudara Saputro gugur” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 101)
·         Komplikasi: Menikah dengan laki-laki kasar yang tidak dicintainya sama sekali dan dia selalu diperlakukan layaknya seorang pembantu.
“Mengapa kini dia menjadi seorang laki-laki yang paling kasar yang pernah kulihat selama hidupku?”
·         Klimaks: Selingkuh dengan komandan kapal pada saat perjalanan liburannya.
“Aku telah mengkhianati suamiku” (Pada Sebuah Kapal, 2003:174)
·         Resolusi: Sri meminta cerai kepada suaminya karena tidak tahan dengan pertengkaran-pertengkaran yang ada di rumah tangganya. Namun suaminya menolak dengan alasan anak.
“Aku ingin bercerai karena aku ingin bersendiri...” “Kau tidak memikirkan anak kita?... tinggallah bersama kami, Sri. Aku tidak bisa berubah. Tetapi aku akan berusaha untuk tidak menyakitimu lagi” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 192)
“Kukira lebih baik kita memikirkan perceraian... Kau tidak bersungguh-sungguh, sahutnya” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 190)
·         Penyelesaian: Mereka sama-sama menyadari bahwa mereka memiliki pasangan masing-masing namun Sri tetap mencintai Michel walaupun Michel jarang berada di darat.
“Aku telah menemukannya dan aku akan tetap mencintainya” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 220)
2.      Tokoh dan Penokohan
a.       Sri (aku): pemalu (waktu kecil), rendah hati, suka menolong, mudah percaya, pekerja keras, pengkhianat, keras kepala
“Aku amat pemalu. Aku berbicara hanya untuk menjawab pertanyaan yang patut dijawab” (Pada Sebuah Kapal, 2003:14)
“Aku tidak secerdas kakak-kakakku” (Pada Sebuah Kapal, 2003:19)
“Keesokan petangnya aku menolong guruku membetulkan sikap tari murid-murid baru” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 71)
“...bahwa aku mempercayai Charles” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 147)
“Kemudian aku kembali ke kabin untuk mengerjakan cucian atau menggosok pakaian di ruang seterikaan yang ada di belakang kapal” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 156)
“Aku telah mengkhianati suamiku” (Pada Sebuah Kapal, 2003:174)
“... bantahku dengan keras kepala” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 203)
b.      Sutopo: bijak, tidak mudah menyerah, perhatian
“Berhasil atau gagalnya seseorang tergantung kepada kekuatan masing-masing” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 35)
“Kita tidak boleh hanya mengenal pelosok kota kita... Di sana tersedia kesempatan buat orang yang suka bekerja” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 19)
“Kau harus ingat kesehatanmu. Kalau kau belum mengenal pekerjaan itu lebih baik kau tolak” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 39)
c.       Michel: penyayang, memiliki hawa nafsu tinggi
“Aku menyayangi keduanya” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 235)
“Kadang-kadang mataku tidak bisa kutahan melayang ke dadanya yang penuh. ...aku bisa memandangi pinggulnya yang bulat penuh...” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 239)
d.      Narti: teguh pendirian, baik, setia kawan
“Narti yang kukenal tidaklah pernah akan membiarkan pendapatnya ditentang orang dengan begitu saja” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 24)
“Mereka amat baik kepadaku” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 24)
“Kau tak ingat kepadaku, Cik?” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 21)
e.   Charles: tegas, egois, sombong, masa bodoh, kasar, suka ikut campur
“Tidak” katanya dengan tegas (Pada Sebuah Kapal, 2003: 147)
“Aku juga tidak akan mau bersusah payah karena langkahku terhambat oleh seorang anak kecil yang lahir dari kau” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 148)
“Dia mengatakan ini kepada siapa saja dengan suaranya yang tinggi, seperti lagak orang-orang yang banyak uang yang mempunyai kemampuan mengelilingi setengah dunia” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 140)
“Seperti biasa Charles membiarkanku pergi dengan Daniel” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 139)
“Mengapa kini dia menjadi seorang laki-laki yang paling kasar yang pernah kulihat selama hidupku?”
“Dia mencampuri semua urusan yang sebenarnya urusanku” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 119)
f.       Nicole: penipu, konsumtif, cantik, 5 tahun lebih tua dari Michel, tidak memiliki sifat keibuan
“Nicole berpura-pura lembut. Nicole berpura-pura berperharian serta memberiku kebebasan.” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 248)
“Istriku tidak pernah lupa memberiku sebuah daftar panjang berisi jumlah barang yang harus kubeli untuknya serta kawan atau keluarganya.” Ada Sebuah Kapal, 2003: 235)
“Wajahnya tidak jelek, malahan bisa dikatakan cantik dengan bentuk mulut yang tipis menarik.” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 237)
“Nicole seumur dengan kakakku yang ketiga, yang berarti lima tahun lebih tua dari padaku.” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 237)
“Tapi dia tidak mempunyai sifat keibuan sedikitpun.” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 249)
g.      Saputro: lembut, sopan, tenang, tidak canggung dalam pergaulan
“Saputo memandangiku dengan lembut, kemudian berkata:...” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 68)
“... dia ingin mempunyai anak seperti Saputro, sopan, tenang, dan
tidak canggung dalam pergaulan” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 69)



3.      Latar
·         Tempat:
-        Salatiga: “Waktuku di Salatiga cepat berlalu” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 31)
-        Semarang: “Maaf, Anda dari mana?”... “Dari Semarang,” jawabku tanpa berpikir. (Pada Sebuah Kapal 2003: 21)
-        Jakarta: “Bulan berikutnya aku ke Jakarta” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 37)
-        Bandung: “Ini adalah yang kedua kalinya aku ke Bandung” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 23)
-        Kobe: “pertengahan musim gugur kami kembali ke Kobe. Rumah kecil yang kami tinggalkan selama liburan ...” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 187)
-        Koyasan: “Aku berangkat ke Koyasan seorang diri” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 193)
·         Waktu: latar waktu di dalam novel ini tidak disebutkan secara gamblang, karena tidak disebutkan tahun berapa dan peristiwa apa yang menandainya.
·         Suasana:
-        Sedih: “...membikinku semakin hari semakin murung dan sedih” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 19)
-        Hening: “Ketika aku melihat kota Saigon yang hening...” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 149)
-        Tragis: Ketika Saputro meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat.
“Begini, Jeng Sri... Saudara Saputro gugur” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 101)
-        Senang/bahagia: ketika Sri akan menikah dengan Saputro, kekasih yang sangat dicintainya.
“Aku mulai mempersiapkan perkawinanku. Bahan-bahn kebaya mulai kupilih dan kuatur warna pemakaiannya dengan kain-kain yang serasi.: (Pada Sebuah Kapal, 2003: 98)
-        Haru: Aku sangat terharu oleh perlakuannya terhadapku” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 179)


B.     SARANA CERITA
1.      Judul
Judul novel ini adalah “Pada Sebuah Kapal”. Pengarang memilih judul tersebut karena memang inti dari cerita novel itu adalah berlatarkan pada sebuah kapal. Salah satu peristiwanya yaitu ketika Sri melakukan hubungan terlarang dengan seorang komandan kapal yang bernama Michel. Nah, dari situlah konflik yang terjadi dalam keluarga Sri menjadi semakin rumit.
2.      Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam novel “Pada Sebuah Kapal” adalah sudut pandang orang pertama pelaku utama. Narator dalam novel ini adalah tokoh utamanya sendiri, yaitu Sri. Menurut saya, tujuan pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku utama adalah agar pembaca hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti apa yang dialami dan dirasakan oleh tokoh Sri. Cirinya adalah pengarang selalu menggunakan kata “aku” untuk menceritakan peristiwa yang dialami.
“Keluar dari sekolah menengah atas aku bekerja sebagai penyiar radio di kotaku” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 19)
3.      Gaya dan Nada
Gaya bahasa yang digunakan penulis untuk menulis cerita dalam novel ini sebenarnya bukanlah bahasa yang rumit. Penulis menggunakan kata-kata dan struktur kalimat yang meruapakan dialog sehari-hari.
C.    TEMA CERITA
Novel karangan NH Dini yang berjudul Pada Sebuah Kapal” ini bertema percintaan. Pada awalnya, tema dari novel ini mengarah kepada kehidupan tokoh utama, yaitu Sri, tetapi setelah Sri menghadapi beberapa konflik, tema dari novel ini menjadi percintaan, atau lebih tepatnya perselingkuhan yang terjadi dalam rumah tangga yang kurang harmonis. Hal ini terjadi lantaran Sri yang sudah menikah dengan Charles berselingkuh dengan Michel pada saat Sri naik kapal dari Saigon ke Marsaille, Perancis dan salah satu penyebabnya adalah perilaku Charles terhadap Sri yang kasar dan seenaknya saja. Perubahan tema ini saat Sri mulai mempunyai hubungan dengan Saputro.


UNSUR EKSTRINSIK
1.      Biografi Pengarang
NH. Dini lahir pada 29 Februari 1936 di Semarang. Lahir dari pasangan suami istri Saljowidjoyo dan Kusaminah. Beliau adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Konon ia Masih berdarah Bugis, sehingga jika keras kepalanya muncul, ibunya sering berucap “Nah, darah Bugisnya muncul”. NH. Dini mulai tertarik menulis sejak kelas tiga SD. Beliau mengaku bahwa tulisan itu semacam pelampiasan hati. Ibunya adalah pembatik. Dini ditinggal wafat ayahnya ketika masih duduk di bangku SMP, sedangkan ibunya hidup tanpa penghasilan yang tetap.
Setelah tamat SMA, beliau menyelenggarakan sandiwara radio Kuncup Seri di radio Republik Indonesia (RRI) Semarang. Meliau juga bekerja di Garuda Indonesia Airways (GIA) pada tahun 1956. Setelah menikah dengan Yves Coffin seorang Konsul Prancis, berturut-turut beliau tinggal di Jepang, Perancis, Amerika Serikat dan kemudian sejak tahun 1980 beliau menetap di Jakarta dan Semarang.
2.      Psikologi Pengarang
Seperti yang sudah tertera pada biografi pengarang, dijelaskan bahwa NH. Dini mengaku bahwa tulisan merupakan pelampiasan hati atau bisa dikatakan dengan ekspresi jiwa. Jadi dapat kita ketahui bahwa novel ini sangat berhubungan erat dengan perjalanan hidup NH. Dini. Lagipula kita tahu bahwa peristiwa yang dialami oleh tokoh Sri tidak jauh berbeda dengan kisah hidup yang dialami oleh NH. Dini. Oleh karena itu tidak heran jika dalam novel ini banyak menceritakan kehidupan yang ada di luar negeri yang tentunya sangat berbeda dengan kehidupan kita. Akan tetapi NH. Dini mampu menggambarkan keindahan seting yang ada disana dengan begitu detail. Seperti misalnya ketika menceritakan Sri dan Michel ketika berada di kapal. Michel memperlihatkan kepada Sri alat-alat apa saja yang berada disana. Seperti radar, radio darurat yang berhubungan dengan ruang mesin yang tentu saja masih asing didengar orang awam.
3.      Masyarakat
·         Unsur Sosial:  Pada awal cerita, Sri menceriakan tentang masa kecilnya, yang berlanjut dengan ceritanya menikah, kemudian kehidupan rumah tangganya dengan Charles yang tidak harmonis. Sutopo menentang keras pernikahan Sri dan Charles. Sutopo mengatakan bahwa dengan kewarganegaraan Sri yaitu Indonesia, Ia tidak patut untuk menikah dengan seorang yang berkewarganegaraan asing.
·         Nilai Agama: Perbedaan agama antara Sri dengan Michel Dubanton dijelaskan dalam novel ini, bahwa Sri beragama Islam dan Michel Dubanton menganut agama Nasrani. Bukti bahwa Michel menganut agama Nasrani adalah ketika ia ingin cerai dengan Nicole, tetapi ia masih bingung karena gereja tidak menghendaki adanya perceraian.
“Gereja tidak membenarkan adanya perceraian” (Pada Sebuah Kapal, 2003: 249)
·         Nilai Budaya: Budaya yang ada di Indonesia menganggap tabu bila ada seseorang yang melakukan perselingkuhan, namun NH Dini tetap mengangkat cerita tersebut dalam sebuah novel. Memang dalam karya sastra tidak mengenal hal tabu. Justru itu dianggap sebagai suatu keindahan.
·         Nilai Sejarah: Dalam novel ini disebutkan bahwa Sri pergi ke gedung-gedung tua yang terdapat di Perancis.


PENDEKATAN
Pendekatan yang digunakan dalam novel ini adalah pendekatan emotif dan sosiopsikologis. Pendekatan emotif mencoba mengajak pembaca untuk menemukan unsur-unsur keindahan atau nilai estetis dalam karya sastra dengan melibatkan emosi atau perasaan pembaca secara langsung. Selain berhubungan dengan masalah keindahan juga berhubungan dengan masalah gaya bahasa seperti metafora, simile, maupun penataan setting sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang menarik. Dalam menikmati sebuah keindahan pasti juga berhubungan dengan penyampaian cerita, peristiwa, maupun gagasan tertentu sehingga mampu memberikan suatu hiburan bagi pembaca.
Di dalam novel “Pada Sebuah Kapal” pengarang menceritakan tokoh utama (Sri) dengan menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku utama. Hal ini dimaksudkan agar si pembaca dapat merasakan apa yang dialami Sri secara langsung. Pengarang ingin melibatkan perasaan pembaca untuk memperoleh keindahan atau nilai estetis dari novel tersebut. Memang disini pengarang banyak menceritakan peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh yang dapat melibatkan emosi pembaca. Seperti misalnya ketika Sri harus kehilangan kekasihnya (Saputro) yang sangat dicintainya karena kecelakaan pesawat. Padahal mereka saling mencintai dan sebentar lagi akan menikah. Dari contoh tersebut tentunya kita sebagai pembaca juga dapat merasakan betapa hancurnya hati Sri ketika itu. Tidak hanya itu, dalam novel ini juga terdapat bahasa yang indah yaitu ketika menceritakan hubungan suami istri yang dilakukan oleh Sri dengan seorang komandan kapal yang bernama Michel.
“Bahunya kuat, ketegapan seorang pelaut yang penuh kerja dan latihan. ... Seperti dua orang yang merasakan air menelan sampai ke leher, kami menggeragap mencari pegangan, mencari udara lepas, lepas. Dan kaki kami seperti menginjak sebuah batu yang kokoh di dasar kali, tanpa kami lihat, kami merasakan keselamatan yang terjanjikan, berdua kami berdekapan erat menghirup kebebasan. Aku adalah sebagian darinya, dia adalah sebagian dari diriku. Kami berdua melumat tanpa sesuatu pun yang akan bisa memisahkan kami.” (Pada Sebuah Kapal, 2013: 174)
Selain itu sesuatu yang menurut saya memiliki nilai estetis dalam novel ini adalah salah satu setting tempatnya yang berada di sebuah kapal hingga akhirnya dijadikan judul novel ini. Mungkin setting semacam itu jarang kita temui pada karya sastra lain. Disini NH. Dini mencoba memberikan sesuatu yang berbeda dengan menceritakan serangkaian peristiwa yang dialami oleh tokoh Sri selama perjalanan liburannya ke Marseille. Nah, selama perjalanan liburan itulah konflik-konflik yang dialami oleh tokoh Sri semakin rumit. Akibat pertikaian rumah tangga yang dialami, Sri mencoba mencari sesuatu yang tidak ia dapatkan selama menikah dengan Charles. Oleh sebab itulah jalinan asmara antara Sri dengan Michel terjadi. Banyak peristiwa yang mereka alami ketika berada di kapal. Dari situlah jalinan asmara Sri dengan Michel berlanjut.
Selain menggunakan pendekatan emotif, novel ini juga menggunakan pendekatan sosiopsikologis. Pendekatan sosiopsikologis berusaha memahami latar belakang kehidupan sosial budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupannya atau zamannya pada saat prosa fiksi diwujudkan. Kisah hidup Sri yang tidak selalu mulus cukup menggambarkan bahwa dia dilahirkan dari keluarga sederhana. Dalam novel ini disebutkan bahwa Sri adalah anak ke 5 dari lima bersaudara. Ternyata Sri adalah anak yang tidak dikehendaki dalam keluarga, karena dirasa dengan empat anak sudah cukup besar dalam mengeluarkan biaya.
“ Dan anak yang kelima adalah aku. Rupa-rupanya akau adalah anak yang tidak dikehendaki dalam keluarga. Ini kuketahui dari ibuku yang sering mengutukku dengan kalimat-kalimatnya yang tidak menyenangkan sejak kecilku. Aku tidak menyalahkannya. Dengan empat anak sudah cukup kerja dab pengeluaran uang yang besar baginya. Terutama dengan gaji ayahku yang tersengal-sengal.” (Pada Sebuah Kapal, 2013: 13-14)
Memang kehidupan semacam itu sering kita jumpai dalam masyarakat, terutama masyarakat pedesaan. Kehidupan ekonomi tidak terlalu baik, namun memiliki tanggungan untuk menghidupi anak yang sebanyak itu. Tidak heran pula jika ada seorang ibu yang sering memaki-maki anaknya dengan alasan anak tersebut tidak dikehendaki untuk lahir di dunia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar